Kelahiran
dan masa kecil KH.Amanullolima AR
Drs.
KH. Amanulloh AR ( singkatan dari Abdurrohim ) , lahir di desa tambakberas
kabupaten jombang pada tanggal 08 oktober 1942. Beliau adalah putra ke – 4 dari
lima bersaudara. Ayahnya KH. Abdurrohim chasbulloh, Adalah adik kandung dari
KH. Abdul wahab chasbulloh, seorang ulama pendiri dan penggerak nahdlotul
ulama. Ibunya, Ny. Hj. Mas Wardiah, yang berasal dari kauman Yogyakarta adalah
merupakan salah satu kerabat dekat dari KH. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi
Muhammadiyyah. Perkawinan antara Kyai Abdurrohim dan Nyai HJ. Raden Mas Roro
Wardiah ini adalah merupakan sesuatu yang unik, mengingat bahwa latar belakang
ideologi pemikiran yang berbeda. Yang satu NU dan yang satunya Muhammadiyah.
Sunni, sementara yang satu lebih reformis dan bukan seringkali tidak sependapat
dengan amaliya-amaliya orang NU. Tapi dari perkawinan trans organisasi
keagamaan ini lah yang kemudian mempunyai pengaruh moderat pada keturunanya.
Kyai
Abdurohim adalah seorang kyai yang moderat dan terdidik secara moderat pula.
Selauin belajar di kampung halamannya sendiri, beliau juga sebagaimana putra
putri kyai chasbulloh yang lain seperti kyai Wahab Chasbulloh dan kyai Hamid Chasbulloh
– beliau juga pernah mengenyam pendidikan di makkah. Pada masa hidupnya beliau
aktif mengelole pendidikan yang didirikan olek ayahnya dan memeperkenalkan
pelajaran matematika dan tulisan latin di pesantren Tambakberas yang sebelumnya
hanya mengenal tulisan arab dan melayu pegon. Sifatnya yang moderat di tujukan
dengan keterlibatannya di organisasi Muhammaddiyah, meski pada saat yang sama
beliau juga seorang NU dan adik kandung pendiri NU. Berdirinya muhammadiyah
cabang Jombang juga tidak lepas dari peran serta beliau. Bahkan beliau pernah menjabat
sebagai ketua ranting Muhammadiyah desa tembelang Jombang. ( ketika NU sudah
berdiri, oleh mbah Wahab beliau di minta untuk lebih berkonsentrasi membantu NU
di Jombang ) kitab yang rutin di baca oleh ke duanya mempunyai kyai Abdurrohim
adalah seperti hadist khshohih muslim dan tafsir Baidlowi. Putra putri kyai
Abdurrohim selain kyai Aman adalah kh. Al fatich ar, Ny Bariroh, KH. Nasrulloh AR,
dan K. Hisnulloh AR. KH. Abdurrohim meninggal pada tahun 1943.
Meskipun
Mbah Nyai Mas Wardiah lahir dari lingkungan Muhammadiyah dan di besarkan dalam
tradisi Muhammadiya, tapi kiprah dan perjuangan Nyai Mas Wardiyah di Pesantren
Tambakberas yang notabene adalah NU, tidah pernah di ragukan. Dengan background
pendidikannya dari kota pelajar pun Yogyakarta, beliaupun aktif mengajarkan
aksara latin dan Pelajaran Umum lainnya.Penguasaan Nyai Mas Wardiyah terhadap
Pengetahuan ini barang kali bisa di maklumi, mengingat bahwa paman beliau yaitu
KH.Ahmad Dahlan-Menurut catatan karel Steenbrink-adalah seorang yang di kenal
memiliki pengetahuan yang Luas dalam ilmu Alam, bahkan Pengetahuannya terhadap
ilmu Alam dan Eksak ini lebih luas daripada Pengetahuannya,,, dalam ilmu
agama.Lahirnya madrasah kelas putri di Pondok pesantren bahrul ulum,menurut
beberapa sumber yang penulis di hubungi adalah tidak lepas dari Ide dan
Prakarsa Nyai mas wardiyah yang di dampingi oleh Ny. Hasbiyah dan Nyai Mashudah
binti Kyai Nur.Menurut mbak Umdatul Choirot, nyai mas Wardiyah juga menguasai
bahasa Belanda secara fasih. jika ada hal-hal Rahasia yang tidak boleh di
dengar oleh anak kecil,maka mbah Mas berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Belanda dengan dua adik beliau yaitu mbah asfiyah dan Mbah Bil atau Zabili.
Masa
kecil gus Aman-begitu kawan-kawannya biasa mmanggil beliau yang lahir pada masa
Pendudukan Jepang, adalah merupakan masa-masa yang sulit. kondisi sulit bangsa
yang mengalami penjajahan dan usaha.untuk merebut kemerdekaan, di tambah lagi
dengan meninggalnya sang ayah pada saat usia Amanulloh kecil pada usia 2 tahun,
merupakan kepahitan hidup yang membekas dalam dirinya ( tapi juga merupakan cambuk baginya untuk
memeberikan yang terbaik bagi putra putrinya kelak. Dalam bahasa beliau,beliau
mengatakan kepada penulis pada saat-saat santai di malam hari “Aku Dendam karo
Jaman Cilikku biyen.biyen uripku prihatin…… saiki aku gak kepengen anak-anakku
susah”) beliau tidak pernah sarapan bila berangkat sekolah.jika siang hari
pulang sekolah,seingkali beliau hanya makan telo atau ubi. ketegaran dan
kekuatan ibunya lah yang berhasil membesarkan lima orang anaknya sendirian,
yang menjadi semacam cambuk penyemangat bagi amanulloh kecil untuk berjuang
keras agar mencapai keberhasilan dalam hidupnya. Tak heran jika semboyan hidup
beliau adalah ‘’IKHTIAR IKHTIAR DAN IKHTIAR’’.
1 comments:
Mas ini sumber nya dari mana ya?, Soalnya mau di up di Instagram An Najiyah 2 🙏🙏
Post a Comment